Pada 399 SM, Socrates harus terima fakta dihukum mati lantaran dituduh tidak yakin Tuhan oleh pengadilan Athena. Ia dipaksa meminum ramuan tanaman hemlock (Conium macalatum). Dengan cepat toksin bekerja, Socrates muntah, sakit perut, limbung, otot-ototnya lumpuh, meracau serta akhirnya mati lemas. Tanaman beracun mengiringi histori tragedi manusia yang perlu mati karena dipaksa atau suka-rela menelannya. Bahkan juga sang pujangga, Shakespeare, kerap " membunuh " ciri-ciri tokohnya dengan tanaman beracun. Juliet meminum satu gelas Belladona (Atropa belladonna), serta bapak " Hamlet " diracun dengan henbane (Hyoscyamus niger).
Kita tinggalkan Eropa, karena Indonesia nyatanya juga mempunyai sebagian spesies tanaman 'seram' yang dalam dosis berlebihan dapat membunuh. Bahkan juga satu diantaranya yaitu, toksin Ricin, pernah dipakai untuk percobaan pembunuhan Presiden Barack Obama.
Dari banyak jenis tanaman beracun yang tumbuh di Indonesia, kita bakal mengulas 5 jenis tanaman yang paling beracun.
Tanaman Jarak (Ricinus communis)
Jarak (Ricinus communis)
Daun serta getah jarak banyak dipakai untuk penyembuhan tradisional, namun siapa kira biji jarak yaitu pembunuh yang mematikan. Mengkonsumsi dua biji jarak telah cukup menamatkan kisah kita selama-lamanya.
Pada April 2013, Gedung Putih digemparkan dengan suatu surat yang ditujukan untuk Presiden AS, Barack Obama, dalam surat itu terlampir toksin Ricin.
Ricin, adalah senyawa sampingan yang dihasilkan dari pemrosesan biji tanaman jarak. Senyawa ini bisa menyebabkan orang tewas karena menyebabkan masalah system peredaran darah serta pernapasan. Waktu ricin masuk pada badan, satu molekul ricin bakal membunuh satu sel. Bila senyawa ini terhirup, disuntikkan atau tertelan, kurang dari titik kecil ricin bisa membunuh seorang kurun waktu 36-48 jam.
Jarak Pagar (Jatropha curcas)
Beberapa pakar medis mengatakan, ricin adalah pembunuh ganas sekuat virus anthrax. Serta, bahayanya lagi, hingga sekarang ini belum diketemukan penawarnya.
Jarak Pagar (Jatropha curcas) juga tidak kalah beracun. Suatu riset komparasi (perbandingan) efektivitas toksin pada Ricinus communis dengan Jatropha curcas lewat cara berikan makan biji keduanya pada ayam, tunjukkan ayam yang mengkonsumsi biji Ricinus communis serta Jatropha curcas mati, tetapi reaksi toksin Ricinus communis lebih cepat.
Ubi Toksin/Singkong Karet (Manihot glaziovii)
Saat ini tengah digalakkan program singkong masuk hotel oleh Pemerintah juga sebagai program deversifikasi pangan. Lantas bila benar singkong beracun, kok berani-beraninya masuk hotel semua?
Singkong atau ubi memanglah mengandung toksin, tetapi kandungannya tidak sama tergantung varietasnya. Singkong pahit, Manihot glaziovii (di kenal juga sebagai ubi toksin atau singkong karet) kandungan toksinnya tambah lebih tinggi di banding singkong manis, Manihot utilissima (singkong yang kita mengkonsumsi sehari-hari). Toksin umumnya terkonsentrasi di daun serta umbi singkong, di ketahui juga sebagai senyawa cyanogenik glycoside ; linamarin serta lotaustralin yang oleh enzim bisa membuahkan asam sianida.
Kambing yang sekarat disebabkan mengonsumsi daun ubi toksin
Sianida di kenal juga sebagai pembunuh berdarah dingin serta susah terditeksi, ia tak berasa, tak berbau serta tak berwarna. Hanya satu indikator untuk tahu sianida ada pada singkong yaitu warna kebiruan yang nampak pada umbi apabila lama terpapar hawa. Kambing yang memakan sebagian lembar daun ubi toksin di pastikan bakal tewas tidak lama kemudian.
Toksin sianida bakal jauh menyusut apabila dipanaskan. Banyak korban keracunan disebabkan salah dalam pemrosesan singkong lantaran memasak umbi atau daun tidak prima. Jadi, janganlah pernah memakan daun atau umbi singkong dalam situasi mentah atau 1/2 masak.
Kecubung (Datura Metel)
Kecubung yang ada di Indonesia yaitu jenis Datura Metel, masih tetap satu keluarga dengan Bunga Lonceng. kecubung ini mengandung sebagian senyawa kimia yang bermanfaat mengobati. Kandungan ini bikin kecubung bisa digunakan juga sebagai obat tradisional untuk beragam penyakit seperti asma, reumatik, sakit pinggang, pegel linu, bisul ataupun eksim, sakit gigi, ketombe, sampai nyeri haid. Sisi yang seringkali digunakan juga sebagai obat herbal yaitu daun kecubung.
Tetapi kecubung juga mengandung toksin berbentuk zat alkaloid yang memiliki dampak halusinogen terlebih di bagian bijinya. Dampak yang diakibatkan apabila kecubung yang dikonsumsi melebihi ukuran diantaranya mual, muntah, sesak nafas, rasa gelisah, nadi berdenyut cepat, kulit muka serta badan beralih jadi merah, pusing, mulut merasa kaku, halusinasi sampai akhirnya berbuntut pada kematian. Dalam sebagian masalah diketemukan pemakaian toksin biji kecubung untuk bunuh diri.
Gympie-Gympie (Dendrocnide moroides)
Namanya terdengar imut-imut, namun ternyata toksinnya amit-amit. Orang luar negeri kerap menyebutnya juga sebagai tanaman penyengat karena apabila kulit tersentuh daun gympie-gympie sedikit saja, terasa seperti disengat oleh panas luar umum serta tidak akan hilang sampai berbulan-bulan. Tanaman ini mempunyai track record pernah membunuh hewan serta manusia. Umumnya tumbuh di rimba timur laut Australia serta Rimba Maluku, Indonesia. Karena sangat kuat toksinnya, daun gympie-gympie yang sudah kering beratus tahunpun masih tetap mengandung toksin moroidin (toksin yang ada di bulu tanaman gympie-gympie).
Apabila anda masuk rimba serta lihat tanaman ini, cepatlah menjauh. Ada di dekat pohon gympie-gympie juga beresiko terserang toksinnya. Dengan dampak toksin yang demikian dashsyat, tentara Inggris disangka pernah tertarik pada Gympie-Gympie serta punya niat membuatnya senjata biologis pada akhir 1960.
Pohon Upas (Antiaris toxicaria)
" Serombongan pengembara berteduh dibawah pohon di suatu tanah lega. Semenit lalu seseorang jatuh serta mati tanpa ada karena. Yang lain lari tunggang-langgang saat sebelum pada akhirnya satu persatu juga jatuh serta mati. Mereka tidak paham pohon itu yaitu pohon upas. " Narasi horor itu dicatat oleh Friar Odoric (1286-1331), misionaris Italia yang berkunjung ke Nusantara era ke-14.
Pohon Upas demikian legendaris pada saat penjajahan VOC di Nusantara, bahkan juga sepanjang berabad-abad jadi momok menakutkan tentara VOC hadapi perlawanan rakyat yang menggunakan toksin upas juga sebagai senjata. Hingga selanjutnya Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles (1781-1826) mengutus Thomas Horsfield (1773-1859), naturalis asal Amerika Serikat, untuk pelajari toksin pohon itu.
Ilustrasi " Pohon upas, pohon beracun dari Jawa ", 1845 (www. historia. co. id)
Akhirnya, pohon upas memanglah mematikan, namun cuma lendir getahnya. Dampak toksin pohon upas itu cukup mengejutkan saat diujicobakan pada seekor ayam serta anjing, yang pertama segera mati kurang dari dua menit serta yang satunya dalam sekitar delapan menit. Dalam laporannya pada 1812, Horsfield mengungkapkan bahwa masyarakat lokal telah mengerti manfaat toksin pohon upas untuk kepentingan membunuh lawan-lawannya. Sekali terserang getah toksinnya, orang itu bakal kejang-kejang lantas mati.
Hingga saat ini, pohon upas masih bisa diketemukan di Indonesia. Di Jawa, ia lebih di kenal juga sebagai pohon ancar, yang pada akhirnya jadi nama ilmiah untuk pohon ini, Antiaris toxicaria.