Kisah Nyata: Pesan Untuk Suamiku Yang Telah Pergi…



Suamiku saat ini sudah tiada dan penyesalanku yg selalu ada.. 
Ini yaitu cerita nyata di kehidupanku.. 
Seseorang suami yg kucintai yang saat ini sudah tidak ada.. 
Demikian besar pengorbanan seseorang suamiku pada keluargaku.. 
Demikian tulus kasih sayangnya untukku dan anakku.. 

Suamiku yaitu seseorang pekerja keras. Dia bangun semua yang ada di keluarga ini dari 0 besar sampai jadi seperti saat ini. Suatu hal yang kami rasa telah kian lebih cukup. 

Saya terasa sangatlah berdosa saat teringat suamiku pulang bekerja serta saya menyambutnya dengan amarah, tidak kuberikan secangkir teh hangat tetapi kuberikan segenggam luapan amarah. 

Senantiasa kukatakan pada dia bahwa dia tidak perduli padaku, tidak tahu saya, serta senantiasa saja repot dengan pekerjaannya. 

Namun saat ini saya tahu. 

Seluruhnya ucapanku selama ini salah. serta cuma jadi penyesalanku lantaran dia sudah tidak ada. 

Rekannya menyampaikan padaku sepeninggal kepergiannya. Bahwa dia senantiasa membanggakan saya serta anakku di depan rekanan kerjanya. 

Dia berkata, “Setiap kali kami ajak dia makan siang, mas Anwar tidak sering sekali turut bila tak utama sekali, argumennya senantiasa tidak terang. Serta lain kali saya pernah bertanya mengapa dia jarang sekali ingin makan siang, dia menjawab”. Saya belum lihat istriku makan siang serta saya belum lihat anakku minum susu dengan riang. lantas bagaimanakah saya dapat makan siang. ” Waktu itu tertegun, saya salut pada suamimu. Dia sosok yang sangatlah sayang pada keluarganya. Suamimu bukanlah saja orang yang sangatlah sayang pada keluarga, namun suamimu yaitu sosok pemimpin yang hebat. Senantiasa dapat memberi solusi-solusi tepat pada perusahaan. ” 

Saya menahan air mataku karena saya tidak mau menangis di depan rekanan kerja suamiku. Saya sedih karena sekarang ini saya telah kehilangan sosok yang hebat. 

Teringat bakal amarahku pada suamiku, saya senantiasa menyampaikan dia senantiasa menyibukkan diri pada pekerjaan, dia tidak pernah perduli pada anak kita. Tetapi itu seluruhnya salah. Sepeninggal suamiku. Saya temukan dokumen2 pekerjaannya. Serta saya tidak kuasa menahan tangis membaca di setiap lembar di suatu buku catatan kecil di tumpukan dokumen itu, yang salah satunya berbunyi :  

“Perusahaan kecil CV. Anwar Sejahtera dibangun atas keringat yang tidak pernah kurasa. Kuharap kelak bukanlah lagi CV. Anwar Sejahtera, tetapi bakal di lanjutkan oleh putra kesayanganku dengan nama PT. Syahril Anwar Sejahtera. Maaf nak, bapak tak dapat memberikanmu suatu kasih sayang berbentuk belaian. Namun cukuplah ibumu yang memberi kelembutan kasih sayang dengan cara segera. Bapak mau kerjakan seperti ibumu. Namun anda yaitu laki-laki. Anda mesti kuat. Serta anda mesti jadi laki-laki hebat. Serta bapak rasa, kasih sayang yang lebih pas bapak berikanlah yaitu kasih sayang berbentuk pengetahuan serta pelajaran. Maaf bapak agak keras padamu nak. Namun kamulah laki-laki. Sosok yang bakal jadi pemimpin, sosok yang perlu kuat menahan terpaan angin dari manapun. Dan ayah yakin kamu bisa jadi seperti itu” 

Membaca itu, benar-benar baru kusadari. begitu suamiku menyayangi putraku. begitu dia menyiapkan masa depan putraku sedari awal. Begitu dia pikirkan jalan untuk kebaikan anak kita. 

Tiap-tiap suamiku pulang kerja. Dia senantiasa menyampaikan, “Ibu raih? Istirahat dahulu saja” 
Dengan kasar kukatakan, “Ya terang saya raih, seluruhnya pekerjaan rumah saya lakukan. Urus anak, urus cucian, masak, ayah tahunya ya pulang datang bersih. titik”.  

Sungguh, bagaimanakah perasaan suamiku waktu itu. Namun dia cuma diam saja. Sambil tersenyum serta pergi ke dapur bikin teh atau kopi hangat sendiri. Walau sebenarnya kusadari. Beban dia juga sebagai kepala rumah tangga jauh lebih berat dibanding saya. Pekerjaannya bila salah pasti kerap di maki-maki pelanggan. Tak kenal panas maupun hujan dia lakoni pekerjaannya dengan penuh ikhlas. 

Suamiku meninggalkanku sesudah terserang serangan jantung di ruangan kerjanya. pas sesudah saya menelponnya serta memaki-makinya. Sungguh saya berdosa. Selama hidupnya tidak pernah saya tahu bahwa dia menderita penyakit jantung. Cuma sesudah sepeninggalnya saya tahu dari pegawainya yang kerap mengantarnya ke klinik spesialis jantung yang murah di kota kami. Pegawai itu bercerita kepadaku bahwa pernah dia bertanya pada suamiku : 

“Pak mengapa mencari klinik yang termurah? Saya rasa ayah dapat berobat ditempat yg lebih mahal serta lebih mempunyai service yang baik serta standard pengobatan yang lebih baik juga. ” 

Serta suamiku menjawab, “Tak usahlah terlampau mahal. Saya cukup saja, saya mau tahu seberapa lama saya bisa bertahan. Tak lebih. Serta saya tidak ingin memotong tabungan untuk hari depan anakku serta keluargaku. Saya tidak mau dikarenakan jantungku yang rusak ini mereka jadi kesulitan. Serta jangan sempat istriku tahu saya menderita penyakit jantung. Saya takut istriku menyayangiku lantaran iba. Saya mau rasa sayang yang tulus serta ikhlas”. 

Tuhan.. Maafkan hamba Tuhan, hamba tidak dapat jadi istri yang baik. Hamba tidak pernah memberi rasa sayang yang layak untuk suami hamba yang dengan tulus menyayangi keluarga ini. Saya malu pada diriku. Hanya tangis serta penyesalan yang saat ini ada. 

Saya menulis ini sebagai renungan kita berbarengan. Supaya kekeliruan yang saya kerjakan tak di kerjakan oleh wanita-wanita yang lain. Lantaran penyesalan yang datang di akhir tidak bermanfaat apa-apa. Hanya penyesalan serta tidak mengubah apa-apa. 

Banggalah pada suamimu yang selalu meneteskan keringatnya sampai lupa membasuhnya serta jadi kering tanpanya sadari. 

Banggalah pada suamimu, karena perkataan itu yaitu pemberian yang paling mudah serta paling indah bila suamimu mendengarnya. 

Sambut kepulangannya dirumah dengan senyum serta sapaan hangat. Kecup keningnya supaya dia rasakan ketenangan sesudah menahan beban berat diluar sana. 

Sambutlah dengan penuh rasa tulus ikhlas untuk menyayangi suamimu. 
Pada saat dia kembali dalam situasi bisa buka mata lebar-lebar. 
Serta bukanlah kembali sambil memejamkan mata tuk selamanya. 

Teruntuk suamiku. 
Maafkan aku sayang. 
Terlambat telah kata ini ku katakan. 
Aku janji pada diriku sendiri teruntukmu. 
Putramu ini akan kubesarkan seperti caramu. 
Putra kita ini akan jadi sosok yang sepertimu. 
Aku bangga padamu, aku sayang padamu. 

Istrimu
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.