Anggota Komisi VI DPR RI Nasril Bahar menilainya setahun pemerintahan Jokowi makin banyak mengagendakan program-program besar pembangunan infrastruktur yang prestisius, termasuk proyek pembangunan kereta cepat Jakarta – Bandung. Walau demikian, program prestisius itu lebih dekat pada proyek pencitraan.
“Pemerintahan Jokowi seolah menjelaskan bila proyek ini proyek pencitraan. Kita lihat kalau apakah proyek ini bisa jadi fakta, bisa selesai pada th. yang diperkirakan. Ini sesungguhnya jadi pertanyaan oleh orang-orang, ” jelas Nasril saat dihubungi, Senin (1/2).
“Jadi ini (kereta cepat) proyek prestisius yang sesungguhnya sulit dalam alam fikiran kita dapat atau bisa terealisasi dalam kondisi keuangan negara kita yang demikian sulit, ” sambungnya.
Menurut anggota Fraksi PAN itu, proyek-proyek prestisius kecuali kereta cepat yakni maksud proyek listrik 35 ribu megawatt yang juga mengakibatkan pro dan kontra dikalangan orang-orang. Bahkan, antar satu menteri dengan kementerian yang lain. Tersebut proyek tol Sumatera.
“Hampir semua, kami memperkirakan proyek-proyek ini akan berjalan mangkrak. Kita muncul pemikiran, kenapa tidak diarahkan ke proyek lain yang lebih menekan untuk kebutuhan orang-orang kecil, ” kata dia.
“Seperti jalan, jembatan, anak-anak yang sekolah naik perahu, naik pohon dan pegangan tali untuk seberang jembatan. Mereka yang perlu jalan kaki karena angkutan umum tidak bisa masuk, kenapa itu tidak didahulukan kesitu, ” lebih Nasril.
Pembangunan infrastruktur, lanjutnya, harusnya dirancang dalam skala prioritas. Dicari mana yang semisalnya menghimpit dibutuhkan orang-orang dan mana yg tak menghimpit. Dan, dalam kacamatanya proyek kereta cepat tidak masuk dalam skala prioritas dimaksud.
“Posisi hari ini, dilihat apakah ini (kereta cepat) layak jadi proyek prioritas. Dilihat dari sudut pandang mana kita melihatnya. Apabila untuk menggerakkan ekonomi, saya katakan ini tidaklah prioritas, ” katanya. aktual