Untuk suami mengalah pada istri bukan bermakna meruntuhkan kewibawaan. Untuk istri mengalah pada suami bermakna melakukan fitrah sebagai wanita.
Jadi pasangan suami istri yang serasi serta sama-sama mencinta, bukanlah bermakna terlepas dari pertikaian. Bukankah ketidaksamaan pendapat mungkin berlangsung dalam beragam hal? Pertikaian juga jadi mungkin saja berlangsung, terlebih pasangan suami istri sama-sama mempunyai karakter keras.
Bagaimanakah semestinya sikap pasangan Muslim waktu berlangsung pertikaian? Bagaimanakah juga sikap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam waktu berselisih memahami dengan istrinya?
Jalan keluar satu permasalahan tidak bakal pernah didapati bila pasangan menyelesaikannya dengan luapan emosi. Bila suami memaksa hentikan pertikaian lewat cara keras, bahkan juga s/d aksi fisik, hingga istri pada akhirnya dipaksa mengalah, jadi yang berlangsung sesungguhnya yaitu dendam serta sakit hati dalam dada istri.
Alangkah sebaiknya apabila kita memerhatikan cerita Rasulullah saat hadapi pertikaian. Rasulullah tidak pernah berkelahi dengan cara emosional dengan istri-istrinya. Waktu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam geram pada ‘Aisyah, beliau menyampaikan, “Tutuplah matamu! ” Lalu Aisyah tutup matanya dengan perasaan kuatir karena dimarahi oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu Nabi berkata, “Mendekatlah! ” Ketika Aisyah mendekat, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memeluk Aisyah sembari berkata, “Khumairahku (panggilan Aisyah lantaran merah pipinya), sudah pergi marahku sesudah memelukmu. ”
Jadi pihak yang mengalah waktu pertikaian memuncak, memanglah tak gampang. Dibutuhkan tingkat kecerdasan spiritual serta kecerdasan emosi yang tinggi untuk dapat mengerjakannya. Pribadi yang dapat mengerjakannya bermakna tunjukkan bahwa dianya lebih masak dengan cara mental, lebih dewasa, dan lebih cerdas...